Langsung ke konten utama

Macam-macam Air dalam Bersuci


Kita tahu bahwasanya air merupakan salah satu komponen terpenting dalam hidup manusia. Selain digunakan untuk minum, memasak, mencuci pakaian, menyiram tanaman dan lain sebagainya, umat Islam juga menggunakan air untuk thaharah (bersuci) seperti mandi dan berwudhu. Akan tetapi, tidak semua air dapat digunakan untuk bersuci, ada pula air yang tidak dapat digunakan untuk bersuci. Nah, untuk mengetahui mana air yang dapat digunakan untuk bersuci dan mana yang tidak, mari kita simak penjelasan berikut ini.

Dalam Fiqih Islam, air terbagi menjadi empat macam yaitu air mutlak, air musyammas, air musta’mal dan air mutanajis.

1. Air mutlak, adalah air suci yang dapat digunakan untuk bersuci. Buya Yahya mengatakan air mutlak merupakan air yang turun dari langit dan yang keluar dari bumi, semua itu suci dan mensucikan. Berdasarkan jenisnya, air mutlak ada tujuh yaitu; air hujan, air sungai, air laut, air sumber, air sumur, air salju dan air embun.

2. Air musyammas, adalah air yang ditaruh di wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak seperti tembaga atau besi, kemudian dipanaskan dibawah terik sinar matahari. Air musyammas ini hukumnya suci dan mensucikan, hanya saja makruh apabila digunakan untuk bersuci.

3. Air musta’mal, adalah air yang suci tapi tidak dapat digunakan untuk bersuci. Air musta’mal ada tiga, yaitu yang pertama; air yang sudah digunakan untuk bersuci seperti air bekas wudhu, kedua; air yang dicampur dengan sesuatu yang suci lainnya seperti teh, kopi dan lain sebagainya hingga berubah rasa, bau ataupun warnanya dan yang ketiga; air yang berasal dari pohon atau buah seperti air tebu dan air kelapa.

4. Air mutanajis, adalah air yang terkena najis. Air mutanajis dibedakan menjadi air banyak (lebih dari dua kullah) dan air sedikit (kurang dari dua kullah). Air yang lebih dari dua kullah apabila terkena najis misalnya seperti bangkai tikus namun tidak berubah unsurnya (bau,rasa dan warna), maka masih bisa digunakan untuk bersuci, akan tetapi jika berubah unsurnya maka air tersebut hukumnya najis dan tidak dapat digunakan untuk bersuci. Adapun air yang kurang dari dua kullah apabila terkena najis baik berubah ataupun tidak unsurnya maka tetap dihukumi najis dan tidak dapat digunakan untuk bersuci.

Itulah penjelasan tentang macam-macam air dalam bersuci, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NGAJI GUS BAHA: TELEVISI SAJA KAMU JADIKAN SANAD, KOK IMAM SYAFI'I TIDAK KAMU JADIKAN SANAD?

Dalam pengajiannya, GUS BAHA menerangkan tentang ciri AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH dizaman akhir. Ciri AHLUSSUNNAH dizaman akhir itu, dalam aqidah menganut ABU HASAN AL ASY'ARI dan menganut IMAM ABU MANSUR AL MATURIDI.  Dalam FIQIH mengikuti salah satu mazhab 4 yaitu: IMAM ABU HANIFAH, IMAM MALIK, IMAM SYAFI'I atau IMAM AHMAD bin HAMBAL. Dan dalam tasawuf mengikuti salah satu mazhab antara ABBUL QOSIM AL-JUNAIDI atau IMAM GHOZALI. Mengapa menjadi definisi begitu? Karena, dulu firqoh di arab banyak yang menentang. “Itu pengertian apa?” NABI tidak pernah menjelaskan begitu. Kalian jangan terjebak dengan ucapan mereka, bahwa NABI tidak pernah mengeluarkan definisi tentang ciri AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH seperti itu. Ya tentu NABI tidak akan mengatakan seperti itu, karena di zaman NABI belum ada IMAM GHOZALI, belum ada ABBUL QOSIM AL JUNAIDI. Tapi kita percaya dengan definisi seperti itu. Mengapa? Karena kita percaya bahwa ASWAJA itu, orang yang seperti di katakana NABI: “MA ANA AL

Seberapa Tampan Rasulullah SAW?

Ketampanan Rasulullah SAW Disebutkan di dalam kitab al-Mahabbah karya Imam al-Ghazali bahwa Imam Muhammad bin Asy'ats berkata,  “Pada masa Nabi Yusuf 'Alaihissalam, penduduk Mesir pernah hidup selama empat bulan tanpa adanya makanan. Bila mereka lapar, mereka cukup memandang Nabi Yusuf 'Alaihissalam saja sehingga ketampanannya menjadikan mereka melupakan rasa laparnya. Pada masa itu pula, pernah terjadi, di mana tanpa sadar sekumpulan perempuan mengiris-ngiris jemarinya, karena merasa takjub saat melihat ketampanan Nabi Yusuf 'Alaihissalam.” Di lain keterangan, Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki dalam kitabnya, Muhammad Insanul Kamil, mengatakan bahwa presentase ketampanan, keindahan dan keelokan yg Allah SWT turunkan ke alam ini dibagi menjadi beberapa bagian, dengan rinciannya yaitu: 50% untuk Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, dan 25 % untuk Nabi Yusuf 'Alaihissalam, sedangkan sisanya 25% lagi dibagikan kepada seluruh alam semes

Ngaji Gus Baha: Nabi Adam Tidak Salah Makan Buah Khuldi

Pemahaman masyarakat awam tentang kisah Nabi Adam makan buah khuldi itu karena godaan syetan. Nabi Adam diiming-imingi keabadian, sehingga Nabi Adam tertarik makan. Bersama Ibu Hawa, Nabi Adam akhirnya dinyatakan bersalah dan kemudian diturunkan ke bumi. Pemahaman ini, bagi KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), perlu mendapatkan perhatian. Karena dengan pemahaman ini, kita kemudian menjustifikasi Nabi Adam ternyata juga tergoda oleh bujuk rayu syetan. Gus Baha menjelaskan bahwa Nabi Adam tidak salah ketika memakan buah khuldi. Terus bagaimana kok begitu? Gus Baha menjelaskan: “Nabi Adam gak pernah salah. Ketika beliau ditanya Allah kenapa memakan buah yang saya larang? Nabi Adam menjawab, Demi Allah, saya tidak pernah menduga ada orang berani berbohong atas nama-Mu,” kata Gus Baha. “Bukankah syetan menasehati Nabi Adam AS dengan bersumpah atas nama Allah? Jadi Nabi Adam sama sekali tidak tergoda dengan syetan untuk memakan buah tersebut kecuali setelah mendengar nama Allah dijadikan