Langsung ke konten utama

Ngaji Gus Baha: Ketaatan kepada Allah itu Tidak Boleh Ditawar


Gus Baha menegaskan bahwa kalau ada perintah dari Allah, kita harus langsung sami’ na wa ato’na

“Suatu ketika dalam peristiwa turunnya salah satu ayat dalam surat Al-Baqarah. Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap keburukan yang terlintas dalam hati akan dihisab oleh Allah. Ketika Rasulullah menyampaikan ayat tersebut pada para sahabat,diantara sahabat ada yang protes."

“Ya Rasul, jika kami diperintahkan untuk jihad, kami siap, sholat siap, apa saja siap. Tapi kalau keburukan yang hanya terlintas di hati saja akan dihisab sebagai keburukan, kita tidak akan mampu ya Rasul.” protes para sahabat

“Quluu sami’na wa ato’na, jadi mampu atau tidak harus sami’na wa ato’na," jawab Rasul.

Rasul menjelaskan agar umatnya tidak seperti bani Israil. Jika diberi perintah yang tidak logis langsung protes dengan berkata, “Ya Allah kenapa harus ini, kan bisa yang lain yang lebih mudah”. Seolah-olah lebih hebat dari Allah.

Kisah Gus Baha membuat para santri jadi paham dalam mencerna penjelasan suatu ayat. Gus Baha menegaskan kisah itu dalam uraian yg sangat menyejukkan.

“Nah ternyata apa, akhirnya Allah malah membatalkan ayat tersebut dengan ayat selanjutnya bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang di luar kemampuan seorang hamba,” tegas Gus Baha.

Gus Baha kembali membuat tamsil, bahwa ketika kita diperintahkan naik ke bulan, maka katakan siap saja. Ini karena iman bahwa Allah mampu menaikkan kita ke bulan. Allah hanya menginginkan kita berkata “siap” bukan soal mampu atau tidak.

“Kalau kita protes dan berkata “apa mungkin ya Allah” berarti kita menghina Allah,” tegas Gus Baha.

“Dalam kisah lain, Allah akan mengutus manusia sebagai wakil Allah di bumi untuk mengelolanya. Mendengar itu malaikat awam langsung protes, kenapa manusia yang selalu maksiat yang diberi tugas? Kenapa bukan malaikat saja yang selalu taat kepada Allah?,” kata Gus Baha.

“Allah lebih tahu dari apa yang disangkakan para malaikat. Intinya kita hanya perlu taat pada setiap apa yang diperintahkan Allah tanpa harus tahu terlebih dahulu alasan atau hikmah di balik perintah tersebut," pungkas Gus Baha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NGAJI GUS BAHA: TELEVISI SAJA KAMU JADIKAN SANAD, KOK IMAM SYAFI'I TIDAK KAMU JADIKAN SANAD?

Dalam pengajiannya, GUS BAHA menerangkan tentang ciri AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH dizaman akhir. Ciri AHLUSSUNNAH dizaman akhir itu, dalam aqidah menganut ABU HASAN AL ASY'ARI dan menganut IMAM ABU MANSUR AL MATURIDI.  Dalam FIQIH mengikuti salah satu mazhab 4 yaitu: IMAM ABU HANIFAH, IMAM MALIK, IMAM SYAFI'I atau IMAM AHMAD bin HAMBAL. Dan dalam tasawuf mengikuti salah satu mazhab antara ABBUL QOSIM AL-JUNAIDI atau IMAM GHOZALI. Mengapa menjadi definisi begitu? Karena, dulu firqoh di arab banyak yang menentang. “Itu pengertian apa?” NABI tidak pernah menjelaskan begitu. Kalian jangan terjebak dengan ucapan mereka, bahwa NABI tidak pernah mengeluarkan definisi tentang ciri AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH seperti itu. Ya tentu NABI tidak akan mengatakan seperti itu, karena di zaman NABI belum ada IMAM GHOZALI, belum ada ABBUL QOSIM AL JUNAIDI. Tapi kita percaya dengan definisi seperti itu. Mengapa? Karena kita percaya bahwa ASWAJA itu, orang yang seperti di katakana NABI: “MA ANA AL

Seberapa Tampan Rasulullah SAW?

Ketampanan Rasulullah SAW Disebutkan di dalam kitab al-Mahabbah karya Imam al-Ghazali bahwa Imam Muhammad bin Asy'ats berkata,  “Pada masa Nabi Yusuf 'Alaihissalam, penduduk Mesir pernah hidup selama empat bulan tanpa adanya makanan. Bila mereka lapar, mereka cukup memandang Nabi Yusuf 'Alaihissalam saja sehingga ketampanannya menjadikan mereka melupakan rasa laparnya. Pada masa itu pula, pernah terjadi, di mana tanpa sadar sekumpulan perempuan mengiris-ngiris jemarinya, karena merasa takjub saat melihat ketampanan Nabi Yusuf 'Alaihissalam.” Di lain keterangan, Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki dalam kitabnya, Muhammad Insanul Kamil, mengatakan bahwa presentase ketampanan, keindahan dan keelokan yg Allah SWT turunkan ke alam ini dibagi menjadi beberapa bagian, dengan rinciannya yaitu: 50% untuk Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, dan 25 % untuk Nabi Yusuf 'Alaihissalam, sedangkan sisanya 25% lagi dibagikan kepada seluruh alam semes

Ngaji Gus Baha: Nabi Adam Tidak Salah Makan Buah Khuldi

Pemahaman masyarakat awam tentang kisah Nabi Adam makan buah khuldi itu karena godaan syetan. Nabi Adam diiming-imingi keabadian, sehingga Nabi Adam tertarik makan. Bersama Ibu Hawa, Nabi Adam akhirnya dinyatakan bersalah dan kemudian diturunkan ke bumi. Pemahaman ini, bagi KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), perlu mendapatkan perhatian. Karena dengan pemahaman ini, kita kemudian menjustifikasi Nabi Adam ternyata juga tergoda oleh bujuk rayu syetan. Gus Baha menjelaskan bahwa Nabi Adam tidak salah ketika memakan buah khuldi. Terus bagaimana kok begitu? Gus Baha menjelaskan: “Nabi Adam gak pernah salah. Ketika beliau ditanya Allah kenapa memakan buah yang saya larang? Nabi Adam menjawab, Demi Allah, saya tidak pernah menduga ada orang berani berbohong atas nama-Mu,” kata Gus Baha. “Bukankah syetan menasehati Nabi Adam AS dengan bersumpah atas nama Allah? Jadi Nabi Adam sama sekali tidak tergoda dengan syetan untuk memakan buah tersebut kecuali setelah mendengar nama Allah dijadikan