Langsung ke konten utama

NGAJI GUS BAHA: TELEVISI SAJA KAMU JADIKAN SANAD, KOK IMAM SYAFI'I TIDAK KAMU JADIKAN SANAD?


Dalam pengajiannya, GUS BAHA menerangkan tentang ciri AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH dizaman akhir.

Ciri AHLUSSUNNAH dizaman akhir itu, dalam aqidah menganut ABU HASAN AL ASY'ARI dan menganut IMAM ABU MANSUR AL MATURIDI. 

Dalam FIQIH mengikuti salah satu mazhab 4 yaitu: IMAM ABU HANIFAH, IMAM MALIK, IMAM SYAFI'I atau IMAM AHMAD bin HAMBAL. Dan dalam tasawuf mengikuti salah satu mazhab antara ABBUL QOSIM AL-JUNAIDI atau IMAM GHOZALI.

Mengapa menjadi definisi begitu? Karena, dulu firqoh di arab banyak yang menentang. “Itu pengertian apa?” NABI tidak pernah menjelaskan begitu.

Kalian jangan terjebak dengan ucapan mereka, bahwa NABI tidak pernah mengeluarkan definisi tentang ciri AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH seperti itu. Ya tentu NABI tidak akan mengatakan seperti itu, karena di zaman NABI belum ada IMAM GHOZALI, belum ada ABBUL QOSIM AL JUNAIDI.

Tapi kita percaya dengan definisi seperti itu. Mengapa? Karena kita percaya bahwa ASWAJA itu, orang yang seperti di katakana NABI:

“MA ANA ALAIHIL YAUMA WA ASHABI” 

Yaitu “Orang yang mengikuti perilaku saya dan mengikuti para sahabat saya.”

Itu teks yang disampaikan NABI. Lalu kenapa kita harus menyebut nama imam-imam kita dan sanad kita? Karena kalau kita tidak menyebut sanad, akan muncul pertanyaan.

“Kamu ko bisa tahu SHAHABAT melakukan itu kata siapa?” jawabnya “Kata guru saya.” Kita kan tidak bisa langsung mengatakan “kata NABI

Kata NABI itu yang meriwayatkan siapa? Contoh IMAM BUKHORI. IMAM BUKHORI itu siapa? Beliau itu muridnya IMAM SYAFI'I. Karena IMAM BUKHORI itu periodenya setelah IMAM SYAFI'I. Saya hafal sanadnya IMAM BUKHORI sampai ke RASULULLAH SAW. Dan saya (GUS BAHA) punya sanad sampai IMAM BUKHORI.

Misalkan kalian ditanya, “kamu tahu AMERIKA?”

Terus kamu jawab “Tahu.”

“Ko bisa tahu AMERIKA?

Dan kamu jawab “lihat di TV.”

Televisi saja kamu jadikan sanad kok IMAM SYAFI'I tidak kamu jadikan sanad.

Misalkan lagi. “Kamu ko tahu kalau ketua DPR tersangka?”

“Kata TV”.

Sanadmu dari mana?

“Kan dari TV.”

Dan misal kamu bilang “Tahu sendiri” itu tidak mungkin, kan tidak mungkin kamu tahu sendiri ketika ada sidang di KPK.

Contoh lagi, misalkan kamu ditanya suatu hal, terus kamu jawab “NABI itu berkata gini, jadi tak perlu ULAMA, harus ke NABI saja langsung. Lha kamu ko tahu kalau NABI bilang seperti itu kata siapa?. Apa kamu mau jawab lewat mimpi? Akhirnya mau tidak mau kamu harus menyebutkan guru.

Makanya ada tradisi menyebut SANAD, atau disebut juga menyebut ULAMA. Tapi orang-orang sekarang juga kadang bodoh. Ada orang yang bilang nggak usah lewat ULAMA, yang penting langsung ke NABI. Ulama bisa salah, kalau NABI kan tidak bisa salah.

Lha kamu itu ko bisa bilang kalau NABI tidak bisa salah kata siapa? Jawabmu pasti “kata ULAMA atau kata guru.” Padahal katanya tidak percaya ULAMA?

Makanya kalau bodoh jangan kebangetan. Apalagi sudah bodoh ngajak-ngajak lagi. Dan saya juga heran dengan orang model seperti itu. Bodoh kok bisa seperti itu sanadnya gimana.

Itulah mengapa, masyur di dalam ilmu THARIQAH dan ilmu HAKIKAT pepatah yang bilang begini:

“Laula Murobbi Lamma arofna robbi, wa laulal ulama lamma arofnal ambiya”

“Umpama tidak ada yang mendidikku tentu kita tidak tahu TUHAN ku itu siapa, Dan umpama tidak ada ulama tentu kita tidak tahu para NABI"

Kita mengetahui TUHAN karena ada yang mengajari. Kamu tidak mungkin bisa mengetahui TUHAN secara langsung. Tapi diajari guru, bahwa ALLAH itu WUJUD, QIDAM BAQA dan seterusnya. Anehnya kadang dikenalkan oleh gurunya terus lama-lama sombong, malah membantah gurunya. Tapi itu sekedar sombong saja, hakikatnya tetap saja mengetahui ALLAH itu lewat guru.

Misalnya lagi kamu tahu NABI lewat saya. Saya itu muridnya KYAI MAIMOEN, KYAI MAIMOEN muridnya KYAI ZUBAIR, KYAI ZUBAIR muridnya KYAI FAQIH MASKUMAMBANG, KYAI FAQIH muridnya KYAI MAHFUDH TREMAS, KYAI MAHFUDH itu murid SAYYID ABU BAKAR SATHO' yang mengarang kitab I'ANATUT THOLIBIN, beliau muridnya Sayyid Zaini Dahlan, muridnya SYECH USTMAN ADDIMYATI terus sampai ke IMAM SYAFI'I. Nah IMAM SYAFI'I muridnya IMAM MALIK yang punya guru IBNU SIHAB AZZUHRI punya guru IMAM NAFI' punya guru ABDULLAH bin UMAR yang bertemu RASULULLAH SAW.

Kamu harus hafal sanad, kalau tidak hafal ya nitip saja tidak apa-apa. Pokoknya, kata GUS BAHA, begitu saja. Lah iya gampang saja kan lebih gampang sudah ada yang ahli. Tanya saja selesai.

Kemudian agar klaim tentang NABI tidak bias, maka buatlah kriteria siapa sanadnya yang paling akurat tentang tauhid. Kita menyebut ABU HASAN AL ASY'ARI dan ABU MANSUR AL MATURIDI. Siapa yang paling akurat dalam sanad ILMU TASAWUF. Kita menyebut ABBUL QOSIM AL-JUNAIDI dan IMAM GHOZALI. Siapa yang paling akurat dalam SANAD FIQIH. Kita menyebut ABU HANIFAH, IMAM MALIK, IMAM SYAFI'I dan IMAM IBNU HAMBAL, ini sesuai periode.

Karena IMAM SYAFI'I itu lahir ketika hari wafatnya ABU HANIFAH. Yang jelas tahunnya sama. Sehingga kita harus nyebut ABU HANIFAH dulu karena lebih senior.

Wallahua’lam Bisshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seberapa Tampan Rasulullah SAW?

Ketampanan Rasulullah SAW Disebutkan di dalam kitab al-Mahabbah karya Imam al-Ghazali bahwa Imam Muhammad bin Asy'ats berkata,  “Pada masa Nabi Yusuf 'Alaihissalam, penduduk Mesir pernah hidup selama empat bulan tanpa adanya makanan. Bila mereka lapar, mereka cukup memandang Nabi Yusuf 'Alaihissalam saja sehingga ketampanannya menjadikan mereka melupakan rasa laparnya. Pada masa itu pula, pernah terjadi, di mana tanpa sadar sekumpulan perempuan mengiris-ngiris jemarinya, karena merasa takjub saat melihat ketampanan Nabi Yusuf 'Alaihissalam.” Di lain keterangan, Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki dalam kitabnya, Muhammad Insanul Kamil, mengatakan bahwa presentase ketampanan, keindahan dan keelokan yg Allah SWT turunkan ke alam ini dibagi menjadi beberapa bagian, dengan rinciannya yaitu: 50% untuk Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, dan 25 % untuk Nabi Yusuf 'Alaihissalam, sedangkan sisanya 25% lagi dibagikan kepada seluruh alam semes

Ngaji Gus Baha: Nabi Adam Tidak Salah Makan Buah Khuldi

Pemahaman masyarakat awam tentang kisah Nabi Adam makan buah khuldi itu karena godaan syetan. Nabi Adam diiming-imingi keabadian, sehingga Nabi Adam tertarik makan. Bersama Ibu Hawa, Nabi Adam akhirnya dinyatakan bersalah dan kemudian diturunkan ke bumi. Pemahaman ini, bagi KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), perlu mendapatkan perhatian. Karena dengan pemahaman ini, kita kemudian menjustifikasi Nabi Adam ternyata juga tergoda oleh bujuk rayu syetan. Gus Baha menjelaskan bahwa Nabi Adam tidak salah ketika memakan buah khuldi. Terus bagaimana kok begitu? Gus Baha menjelaskan: “Nabi Adam gak pernah salah. Ketika beliau ditanya Allah kenapa memakan buah yang saya larang? Nabi Adam menjawab, Demi Allah, saya tidak pernah menduga ada orang berani berbohong atas nama-Mu,” kata Gus Baha. “Bukankah syetan menasehati Nabi Adam AS dengan bersumpah atas nama Allah? Jadi Nabi Adam sama sekali tidak tergoda dengan syetan untuk memakan buah tersebut kecuali setelah mendengar nama Allah dijadikan